Sabtu, 26 November 2011

Aku adalah milikmu


Aku ingin terbang bersamamu
Aku takkan ragu lagi karena perasaanku telah kau genggam
Kau simpan hatiku dan kau sembunyikan di jiwamu
Terbangkan aku, lambungkan anganku serta aku ingin menari bersamamu di antara gumpalan-gumpalan awan
Sayang, kau petikkan gitarmu dan iringi tarianku
Aku akan menyanyikan untukmu

Sayang aku teramat bahagia bersamamu di sisiku saat ini
Lakukanlah apapun yang kau mau, karena aku adalah milikmu

            Aku juga telah memilikimu , tubuhmu serta suaramu

.

Hatiku padamu....ceyntaku

Aku tak tahu hatimu kepadaku,
Kekasih, apakah kau tulus mencintai aku?
            Aku takut engkau menduakan aku
            Kita telah berjanji pada tiga bintang sejajar di Bira waktu itu

Hanya engkaulah lelaki yang ada di hatiku saat ini
Hanya dirimu, dan aku teramat mencintaimu
            Ingin kukabarkan perasaan cintaku kepada bintang-bintang yang menyaksikan kita waktu itu
            Karena aku cemburu pada rembulan yang selalu menatapmu

.

Jumat, 25 November 2011

~Ketahuilah rasa rinduku padamu...

Andai engkau tahu perasaanku saat ini
Bahwa aku merindukanmu

            Takkan pernah ada lelaki lain di hatiku kecuali dirimu
            Tlah lama kupendam sejuta rasa kerinduanku padamu, 
            Namun aku masih mencoba menahan perasaan ini

Entah bagaimana caranya aku harus mengungkapkan semua ini
Aku ingin melewati semua hari bersamamu, dengan sepenuh hati dengan rasa cinta yang kita punya

            Kini engkau jauh, dan aku teramat merindukanmu
            Bagaimana harus kulakukan agar aku tau pasti 
            bahwa engkau merindukan aku juga?

Aku ingin kau terus bersama hatiku, menyimpan dan menjaganya
Sayang, aku ingin terus berjalan bersamamu karena aku sayang padamu
Teramat mencintaimu

Suaramu  tak dapat lagi kudengar
Aku sendirian di sini sedang merindukanmu
Apakah dirimu tau jika aku sangat merindukanmu?

            Aku sedang menuliskan puisi untukmu, dan mengatakan 
            berapa perasaanku teramat sayang padamu
            Aku tuliskan ratusan puisi hanya untukmu, 
            agar kaupun tahu bahwa aku sedang rindu kepadamu saat ini

Aku ingin segera bertemu , agar semua perasaan sedihku dan penderitaanku lenyap

Sayang, apakah kamu merindukan aku di sini?
Seperti hatiku yang selalu memintaku untuk datang ke tempatmu dan segera memelukmu

Sayang,, aku rindu padamu
Menarilah bersamaku dengan bintang-bintang malam ini
Dan peluk aku, bersama impianku

.



Kamis, 24 November 2011

Kenangan hari itu di Bira

Engkau memegang erat tanganku, menyisiri pantai Bira yang berpasir putih
Kau mengayunkan tubuhku di antara pasir-pasir dan membuat anganku melayang
Kau juga membawaku ke perahu yang bersandar serta memelukku
Kau juga ucapkan cintamu padaku
Aku bahagia saat itu
Aku merasa melayang dengan angan-anganku
Aku merasa bahwa hari itu adalah suatu hari pernikahan bagiku

            Kini hari bergulir tanpa henti, dan engkau tlah jauh dariku
            Serta aku takkan lelah berharap karena aku mencintaimu
            Aku teramat merindukanmu
Jangan pernah berubah sedikitpun terhadap cintamu padaku

.

Rabu, 23 November 2011

Ini kata hatiku bukan puisi

Mungkin kau memberikan terang nya hati ku
Mungkin kau adalah belahan jiwa yang tersimpan dalam ragaku
Mungkin kau yang memberikan secercah asa dalam jiwa
Mungkin kau membuat kelembutan di hatiku
Dan kini aku yang selalu mencintai
Dan kini aku yang menyayangimu
Dan kini aku yang mengasihimu
spenuh hati dan jiwa ragaku kan ku brikan padamu
di stiap langkah ku terdengar langkah kaki mu
di dalam penglihatan ku terlintas bayang mu
dalam hati ku terukir namamu
ku yang tak mampu untuk melupakan mu
Ku rangkai air mata ini dalam cerita
Dengarkan setiap kata yang begitu merana
Di tinggalkan rembulan malam tersendiri di suasana yang kelam
Derita gundah di mulai datangnya waktu yang tak berarti
Bersarangnya rindu di dalam hati tak ada yang mampu mengobati
Ku rindu dalam nada sendu syair irama suaramu yang begitu merdu
ingin ku tunjukan rasa rinduku... kapan kau pahami… InZaight
paras wajah berlianmu penyinar jiwa.... kapan kau tahu,,,  InZaight
di kala aku di ganggu rindu... aku tak bisa pungkiri… InZaight
dan aku tak mampu arungi... rindu ini tak bertepi…  InZaight
dan tak ingin berhenti.

.

Minggu, 13 November 2011

Cinta dan Waktu

Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai benda abstrak ada CINTA, kesedihan, kegembiraan, kekayaan, kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.
Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. CINTA sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan.
Sementara itu air semakin naik membasahi kakinya.
Tak lama CINTA melihat kekayaan sedang mengayuh perahu,
“Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!,” teriak CINTA
“Aduh! Maaf, CINTA!,” kata kekayaan
“Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”
Lalu kekayaan cepat-cepat pergi mengayuh perahunya. CINTA sedih sekali, namun kemudian dilihatnya kegembiraan lewat dengan perahunya.
“Kegembiraan! Tolong aku!,” teriak CINTA.
Namun kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak dapat mendengar teriakan CINTA. Air semakin tinggi membasahi CINTA sampai ke pinggang dan CINTA semakin panik.
Tak lama lewatlah kecantikan
“Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!,” teriak CINTA
“Wah, CINTA kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu pergi. Nanti kau mengotori perahuku yang indah ini,” sahut kecantikan.
CINTA sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat kesedihan
“Oh kesedihan, bawlah aku bersamamu!,” kata CINTA.
“Maaf CINTA. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..,” kata kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.
CINTA putus asa.Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara memanggilnya.
“CINTA! Mari cepat naik ke perahuku!”
CINTA menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, CINTA turun dan perahu itu langsung pergi lagi. Pada saat itu barulah CINTA sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. CINTA segera bertanya pada penduduk pulau itu. “Yang tadi adalah WAKTU,” kata penduduk itu
“Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku?
"Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolong” tanya CINTA heran.

“Sebab HANYA WAKTULAH YANG TAHU BERAPA NILAI SESUNGGUHNYA DARI CINTA ITU”

.

Selalu menunggu.....

 Kembali terjaga............



     Ketika kakiku melangkah dalam gelap aku berharap kau orang pertama yang aku temukan dan menjadi lampu penerangku. Ketika maut menantang aku berharap kamu yang jadi pahlawan. Dan ketika mimpiku tak pernah selesai kuharap kamu yang membangunkannya. Dan ketika aku bangun aku berharap kau yang ada disini di sampingku.

     Malam tlah lewat berganti pagi, namun mataku tak jua terpejam. Hatiku masih penuh dengan dirimu, masih ada dirimu yang tak akan pernah sirna dari kalbuku. Walau menyakitkan aku tak kuasa untuk melupakanmu. Aku tak bisa menghapus jejakmu, menghapus bayanganmu. Karena aku tlah menaruh dirimu dalam singgasana hatiku dan tak kan tergantikan.

     Wajahmu selalu menghantui malam - malamku, aku ingin kau ada dalam kesepian dan keputusasaanku.Setiap gerakmu adalah catatan pasti. Kemarin kita bertemu, dan hari ini seribu tulisan hatiku bercerita tentangmu........

     Di sini aku masih menunggumu.............sampai kau mau merengkuhku hingga nafas terhenti dari raga. Jangan biarkan aku menyulam sepi menguntai kelam. Aku ingin menari dan bernyanyi bersamamu meski hanya sesaat di sisa usiaku. Dan aku akan bertahan untuk dirimu. Meski untuk bernafaspun terasa sulit.

.

what I wanted.. what I needed....

I asked for strength,
but Allah gave me difficulties to make me strong.

I asked for wisdom,
but Allah gave me obstacles to overcome.

I asked for love,
and Allah gave me troubled people to help.

I asked for favors,
and Allah gave me opportunities.

"maybe Allah not gave what I wanted..
But Allah gave me everything what I needed..."

.

Sabtu, 12 November 2011

Jika ini catatan terakhirku

Maaf, karena terlalu menyakitimu.
Maaf, karena aku hadir dalam hidupmu.
Maaf, karena aku telah mencintaimu.
Maaf, karena aku tidak pernah bisa mengerti tentangmu
Maaf, karena harus berakhir dengan kesedihan
Bagiku kau tetap yang terindah dalam hidupku,
Bagiku kau tetap pelangi yang bersinar di setiap hariku
Bagiku kau adalah miracle Tuhan yang paling amazing
Mungkin aku telah menyakitimu karena cintaku.
Mungkin aku telah menyakitimu karena deritaku.
Mungkin aku telah menyakitimu karena kisahku.
Aku sadar , tak ada lagi kisah kita dalam perjalanan waktumu
Aku sadar, tak ada lagi kenangan kita dalam ingatanmu.
Aku sadar, tak ada yang bisa diharapkan dariku pun sekedar hanya menjadi sahabat
Tapi , bagiku apa yang ada disetiap detik nafasku adalah kisahmu.
Tapi , pagiku adalah segerakan ingin mendengar kisahmu.
Tapi , malamku adalah segerakan ingin menatap indah wajahmu
Maaf, karena aku telah menyakitimu.
Maaf, karena aku telah melukaimu.
Maaf, karena aku telah buatmu sedih.
Mungkin kau hanya punya sekedip mata dalam hidupmu untuk melupakan aku
Mungkin kau hanya punya satu detik dalam hidupmu untuk melupakan aku
Mungkin kau hanya perlu sedetak jantung dalam hidupmu untuk melupakan aku

Tapi aku, membutuhkan waktu untuk melupakanmu karena kasihmu, karena perhatianmu, karena semangat yang kau berikan hingga maut merangkulku......dan kini semua sudah berakhir dan telah kau akhiri. Aku tak perlu lagi bermimpi dan menggapai asa yang pernah kau berikan.....Kini aku hanya tinggal menghitung hari....jam....menit dan detiknya.
Jika ini yang kau inginkan......SELAMAT TINGGAL......

.

Jumat, 11 November 2011

Tak Bisa Bersamamu

Telah aku putuskan
untuk mengakhiri cinta ini
meskipun berat tuk melepasmu
dari hidupku
mungkin inilah jalan terbaik
untuk dirimu dan diriku
tergores luka di jantung hatiku
karna dirimu

aku selalu mengerti kamu
tapi kamu tidak mengerti aku
aku selalu sayang padamu
tapi kamu selalu sakiti aku
aku tak bisa terus bersamamu
aku tak bisa terus bersamamu
aku tak bisa

aku selalu mengerti kamu
tapi kamu tidak mengerti aku
aku selalu sayang padamu
tapi kamu selalu sakiti aku
aku selalu mengerti kamu
tapi kamu tidak mengerti aku
aku selalu sayang padamu
tapi kamu selalu sakiti aku
aku tak bisa

.

Kamis, 10 November 2011

Don't Cry

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

 Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

  Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

  Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

.

Minggu, 06 November 2011

For You

'' I LoVe You Deddy "
Jika ini akhir dari segalanya bagiku
  ... aku harap ini awal ...
kehidupanmu Yang baru


From : F 36 Y , L17 Y and  Jr.

Sabtu, 05 November 2011

Apapun yang terjadi....Aku selalu mencintaimu

Jika sekiranya kau bukan lagi bagian dari taman kahyangan itu….
Ibarat kelapa yang telah dikupas, diperas hingga tinggal ampasnya
kemudian dibuang!....Aku toh masih tetap akan menerimamu
Aku memang tidak akan memanjakanmu seperti dahulu!
Namun aku tetap akan setia mendampingimu
Sebab mungkin engkau telah ditakdirkan menjadi jiwa dari api sulbiku.

Jika sekiranya kau bukan lagi bagian dari langit malam itu….
Ibarat bintang yang tidak mampu lagi berkerlip
karena diterpa segala asa! Akupun tidak akan terlalu peduli
Sebab aku akan menjelma sebagai mentari
Yang senantiasa menyinarimu lewat perantaraan sang rembulan
Sebab mungkin engkau telah ditakdirkan menjadi bagian dari hati dan nadiku

Hanya saja….
Pintaku….
Bisikkan saja sendiri kisahmu kedalam telingaku
Jangan biarkan aku mendengarkan segala asamu
Dalam gurauan setan-setan itu.

Jujurlah padaku!
Sebab kau bukan hanya sekadar menjadi Belahan jiwaku
Namun juga ayah dari anak-anakku kelak!

.